iflegma IFLEGMA

Paksi Raras Alit, dkk. - Kesastraan Tionghoa Kajian Multiperspektif

Kesastraan Tionghoa Kajian Multiperspektif Paksi Raras Alit, dkk.
Rp120.000
GBG0024
Buku Paksi Raras Alit, dkk. - Kesastraan Tionghoa Kajian Multiperspektif

Kepeloporan kesastraan Indonesia sebenarnya sudah jauh dimulai sebelum Balai Pustaka, yakni pada masa kesusastraan Peranakan Tionghoa awal, 1870. Claudine Salmon mencatat bahwa dari sejak 1870 hingga tahun 1960 pada saat itu telah terdapat 806 penulis dan menghasilkan 3.005 karya sastra. Sebaliknya, pada masa Balai Pustaka, 1918—1950, Teeuw mencatat ada sekitar 175 penulis yang muncul dan hanya menerbitkan 400 karya. Artinya, karya-karya pra-Indonesia, termasuk karya peranakan Tionghoa, patut dipertimbangkan sebagai kekayaan khasanah awal sastra Indonesia modern yang selama ini kurang diperhitungkan dan mendapat penghargaan yang layak.

Kesastraan itu muncul melewati sejarah yang sangat panjang. Sejarah keberadaan mereka sebagai diaspora atau perantau dan akhirnya menulis dengan bahasa Melayu Tionghoa bukanlah waktu yang pendek. Berabad-abad lamanya, orang-orang Tionghoa dari berbagai provinsi sebelah tenggara mulai merantau dan pindah menetap ke Asia Tenggara, termasuk kepulauan Indonesia karena tekanan ekonomi dari Tiongkok. Pemerintahan Tiongkok yang dikuasai oleh Dinasti Qing atau Manchu saat itu tidak banyak mendapatkan dukungan rakyat karena latar belakang dinasti tersebut bukan merupakan orang Han. Sepanjang abad XIX, muncul ‘raja-raja kecil’ yang tidak bijaksana. Oleh karena itu, rakyat semakin menderita sehingga orang Tiongkok daratan dan pesisir timur banyak yang memilih meninggalkan Tiongkok daratan daripada bertahan, meskipun hanya dapat mengandalkan sepasang kaki atau sebuah perahu kecil. Mereka menyebar ke banyak wilayah, khususnya ke selatan Tiongkok. Levanthes (1994) menambahkan, migrasi dalam jumlah besar ke Indonesia terjadi pada masa Dinasti Ming dengan cara mengirim junk-junk pelayaran ke seluruh penjuru dunia.

Sementara itu, menurut Charlie, pilihan mereka merantau ke selatan disebabkan beberapa hal. Pertama, secara geografis, khususnya bagi penduduk di pesisir Timur Tiongkok (yang paling banyak melakukan eksodus), wilayah yang terletak di utara Tiongkok seperti Mongolia dan Jepang, merupakan wilayah pesaing Tiongkok. Adapun perjalanan ke Timur juga mustahil karena menuju Samudra Pasifik, sedangkan wilayah Barat pada masa itu masih dianggap sebagai negeri-negeri yang dihuni orang-orang bar-bar. Kedua, temperatur di Tiongkok Utara jauh lebih dingin daripada Tiongkok Selatan. Kenyataan ini menganjurkan penduduk untuk hijrah ke arah selatan, baik melalui darat maupun laut. Ketiga, terdapat kabar keberhasilan dari pendahulu mereka yang telah menemukan hidup baru di wilayah Selatan. Hal tersebut menggugah orang yang hendak meninggalkan Tiongkok daratan untuk pergi ke “Selatan” sebagai arah tujuan. Keadaan yang relatif lebih bersahabat, kebutuhan akan tenaga kerja, dan keterbukaan terhadap arus kedatangan warga baru tersebut mendorong tingginya emigrasi ke luar Tiongkok mengalir ke selatan.

Harga 120.000
Judul: Kesastraan Tionghoa Kajian Multiperspektif
Penulis: Paksi Raras Alit, dkk.
Penerbit: Gambang
Tahun Terbit: 2022
Halaman: 252 hlm.
Kategori: Esai
Kelas: Sastra
ISBN: