Salim Haji Said - Ini Bukan Kudeta
Rp65.000
MZN0094
Buku Salim Haji Said - Ini Bukan Kudeta
Cita-cita mencapai civil society adalah sebuah tujuan yang diperjuangkan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Setelah tiga dekade lebih berada di bawah kekuasaan rezim Orde Baru yang militeristik, perjalanan 20 tahun reformasi tak juga memunculkan pemerintahan sipil yang kuat dan berdaulat. Bahkan, akhir-akhir ini muncul “kerinduan” untuk mengembalikan pemerintah bernuansa militer. Seakan-akan pemerintahan sipil tak bisa memberikan jaminan keamanan dan stabilitas bagi Indonesia. Benarkah demikian?
Pakar ilmu politik dan militer Indonesia, Salim Haji Said, memaparkan transisi pemerintahan dari sistem militer ke sipil dan sebaliknya di Thailand, Mesir, Korea Selatan, dan Indonesia. Apa yang terjadi dalam transisi pemerintahan di keempat negara tersebut? Apa kesamaannya dan apa perbedaannya? Dan, apa pelajaran yang bisa ditarik oleh Indonesia dari peristiwa transisi pemerintahan dari militer ke sipil dan sebaliknya di negara-negara tersebut?
Dengan analisis bernas, Salim Haji Said mengupas semua peristiwa di negara-negara tersebut dan menjabarkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan Indonesia agar bisa beralih ke negara civil society yang berdaulat.
“Seandainya Masyumi dan PNI bisa bekerja sama, maka sebenarnya tidak perlu ada Dwifungsi,” demikian pernyataan Jenderal T.B. Simatupang kepada Salim Said dalam wawancara pada tahun 1984. Apa yang disampaikan salah seorang pendiri dan pemikir militer Indonesia ini merupakan esensi dari buku Ini Bukan Kudeta. Meninjau pengalaman intervensi dan dominasi militer dalam politik di Indonesia sebelum tahun 1998, serta kegagalan eksperimen demokrasi di Mesir dan Thailand sampai hari ini, Salim Said menyimpulkan bahwa masyarakat yang terpecah, fragmented society, yang menimbulkan rasa saling curiga serta kurangnya rasa percaya diri di kalangan masyarakat sipil, merupakan penyebab utama militer ditarik dan tertarik masuk ke dunia politik. Kenapa Korea Selatan lebih berhasil meletakkan supremasi sipil atas militer dibandingkan Indonesia? Apakah penyakit “rebutan tentara” masih menjangkiti para politisi dan masyarakat sipil Indonesia setelah dua dasawarsa Reformasi yang mengakhiri Dwifungsi ABRI? Sudah amankah demokrasi Indonesia dari kemungkinan intervensi politik militer? Buku Ini Bukan Kudeta mencoba memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan ini. Melihat kegagalan demokrasi di Indonesia pada masa lalu, dan adanya kecenderungan naiknya pemimpin populis dan otoriter di beberapa negara, buku Ini Bukan Kudeta menjadi penting untuk dibaca sebagai pengingat agar rakyat Indonesia tidak terjerumus dalam lubang politik yang sama.
—Dewi Fortuna Anwar
Profesor Riset, Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI)
Harga 65.000
Judul: Ini Bukan Kudeta
Penulis: Salim Haji Said
Penerbit: Mizan
Tahun Terbit: 2018
Halaman: 160 hlm.
Kategori: Studi
Kelas: Sejarah
ISBN:
Buku Salim Haji Said - Ini Bukan Kudeta
Cita-cita mencapai civil society adalah sebuah tujuan yang diperjuangkan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Setelah tiga dekade lebih berada di bawah kekuasaan rezim Orde Baru yang militeristik, perjalanan 20 tahun reformasi tak juga memunculkan pemerintahan sipil yang kuat dan berdaulat. Bahkan, akhir-akhir ini muncul “kerinduan” untuk mengembalikan pemerintah bernuansa militer. Seakan-akan pemerintahan sipil tak bisa memberikan jaminan keamanan dan stabilitas bagi Indonesia. Benarkah demikian?
Pakar ilmu politik dan militer Indonesia, Salim Haji Said, memaparkan transisi pemerintahan dari sistem militer ke sipil dan sebaliknya di Thailand, Mesir, Korea Selatan, dan Indonesia. Apa yang terjadi dalam transisi pemerintahan di keempat negara tersebut? Apa kesamaannya dan apa perbedaannya? Dan, apa pelajaran yang bisa ditarik oleh Indonesia dari peristiwa transisi pemerintahan dari militer ke sipil dan sebaliknya di negara-negara tersebut?
Dengan analisis bernas, Salim Haji Said mengupas semua peristiwa di negara-negara tersebut dan menjabarkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan Indonesia agar bisa beralih ke negara civil society yang berdaulat.
“Seandainya Masyumi dan PNI bisa bekerja sama, maka sebenarnya tidak perlu ada Dwifungsi,” demikian pernyataan Jenderal T.B. Simatupang kepada Salim Said dalam wawancara pada tahun 1984. Apa yang disampaikan salah seorang pendiri dan pemikir militer Indonesia ini merupakan esensi dari buku Ini Bukan Kudeta. Meninjau pengalaman intervensi dan dominasi militer dalam politik di Indonesia sebelum tahun 1998, serta kegagalan eksperimen demokrasi di Mesir dan Thailand sampai hari ini, Salim Said menyimpulkan bahwa masyarakat yang terpecah, fragmented society, yang menimbulkan rasa saling curiga serta kurangnya rasa percaya diri di kalangan masyarakat sipil, merupakan penyebab utama militer ditarik dan tertarik masuk ke dunia politik. Kenapa Korea Selatan lebih berhasil meletakkan supremasi sipil atas militer dibandingkan Indonesia? Apakah penyakit “rebutan tentara” masih menjangkiti para politisi dan masyarakat sipil Indonesia setelah dua dasawarsa Reformasi yang mengakhiri Dwifungsi ABRI? Sudah amankah demokrasi Indonesia dari kemungkinan intervensi politik militer? Buku Ini Bukan Kudeta mencoba memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan ini. Melihat kegagalan demokrasi di Indonesia pada masa lalu, dan adanya kecenderungan naiknya pemimpin populis dan otoriter di beberapa negara, buku Ini Bukan Kudeta menjadi penting untuk dibaca sebagai pengingat agar rakyat Indonesia tidak terjerumus dalam lubang politik yang sama.
—Dewi Fortuna Anwar
Profesor Riset, Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI)
Harga 65.000
Judul: Ini Bukan Kudeta
Penulis: Salim Haji Said
Penerbit: Mizan
Tahun Terbit: 2018
Halaman: 160 hlm.
Kategori: Studi
Kelas: Sejarah
ISBN: